Saturday, July 14, 2007
Pakantan Sebagai Cakrawala Kebangkitan Budaya
Seorang Pelancung Inggeris Bergambar di hadapan Bagas Godang di Pakantan
Foto Abdur-Razzaq Lubis
Pakantan Sebagai Cakrawala Kebangkitan Budaya
WASPADA Online
09 Jan 07 16:37 WIB
Prof. P.J. Veth, sejarawan Belanda sangat gandrung kepada hal yang berhubungan dengan letak geografis Indonesia. Beberapa karyanya diakui sebagai tonggak penemuan masa lampau peradaban di Indonesia. Daerah penelitiannya mencakup kepulauan Sumatera sampai ke kepulauan Timor. Sosoknya dikenal sangat serius dan jarang tertawa.
Hobbynya membenamkan diri pada timbunan kertas tua. Dari situ ia membuat catatan ringkas dan kemudian mengolahnya dengan sumber lain untuk dijadikan sebuah buku. Salah satu kegemarannya yang lain, yang jarang diketahui orang, adalah membaca memoir (buku harian) para prajurit kompeni.
Sering kali para prajurit menuliskan keluh kesahnya selama melakukan dinas ke daerah pedalaman. Seorang prajurit yang bernama belakang Logemann, mengunjungi wilayah Mandailing (tahun 1800-an), menulis : Penduduk di wilayah Mandailing Godang dan Mandailing Julu dalam teks ia menuliskan Groot Mandheling en Klein Mandheling, Oeloe en Pakanten , sangat memuliakan air, memuja air, sampai-sampai air yang saya minum enak sekali rasanya…
Walaupun ada beberapa buku yang ditulis oleh para ahli (T.Z. Willer dan Junghuhn) tentang Mandailing, tetap saja tulisan Veth merupakan rujukan penting tentang batas geografis Mandailing.
Awalnya tulisan-tulisan Veth sempat menjadi pembicaraan hangat di perkumpulan ' Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen' ( lembaga seni dan ilmu pengetahuan ) di Jakarta. Deskripsinya tentang kelompok etnis yang tersebar pada berbagai kepulauan Indonesia sangat mengagumkan. Akhirnya atas perintah gubernur jendral kumpulan karangan Veth disatukan menjadi satu buku yang berjudul ' Aardrijkskundig en Statistisch, Woorden Boek van Nederlandsch Indie', terbit tahun 1869. Karangan Veth tersebut sering kali menjadi sumber penting dalam melakukan penelitian tentang Indonesia. Corak pemikirannya tampak mempengaruhi tulisan Indonesianis G.F.E Gonggrijp dan W.F. Stuurheim.
Sedikit deskripsi Veth tentang Pakantan (1850-an) sebagai berikut : Sebuah distrik di kepulauan Sumatera, masuk ke dalam keresidenan Tapanuli, dialiri oleh sungai namanya ' Batang Gadis'. Urusan administrasi (perwakilan gubernemen) terletak di Kota Polak. Sedangkan wilayah yang mempunyai kepala kuria adalah Pakantan Dolok dan Pakantan Lombang. Seorang Opziener (pengawas) ditempatkan di Pakantan Lombang. Di daerah Pakantan Dolok terdapat tambang emas, tetapi hasil bumi yang utama adalah pinang, kentang dan jeruk . Sedangkan di Pakantan Lombang, yang waktu itu hanya ada 200 rumah, hasil buminya juga pinang, kelapa, beras dan kopi.
Sejarah Pakantan
Pakantan adalah sebuah desa yang terletak di bawah lereng Gunung Kulabu. Jaraknya kurang lebih 12 km dari Muara Sipongi. Daerahnya sangat dekat berbatasan dengan Rao ( Sumatera Barat). Menurut Tarombo ( silsilah ) marga Lubis di Pakantan, yang pertama kali diakui sebagai nenek moyang bernama Datu Sang Maima Na Bolon.
Selanjutnya keturunan Datu tersebut bernama Namora Pande Bosi I. Diakui sebagai awal yang menurunkan Lubis Si Langkitang dan Si Baitang. Beberapa generasi kemudian lahirlah Sutan Mogol, keturunan langsung dari Mangaradja Ulu Balang.
Sekitar tahun 1540-an, Raja Mangalaon Tua (Raja Pakantan I), membuka perkampungan di Pakantan. Saat itu yang menjadi kepala kampung di Huta Padang adalah anak Raja Mangalaon Tua yang pertama, Namora Tolang. Raja Gumanti Porang Dibata, anak yang kedua menjadi raja di Pakantan Dolok. Kemudian anak Raja Mangalaon Tua yang ketiga, Raja Sutan Barayun, menjadi raja di Pakantan Lombang.
Beralihnya paham Parbegu (belum beragama), menjadi Islam di Pakantan sangat berhubungan dengan peristiwa Perang Padri di Bonjol (1825-1830). Para perwira kerajaan waktu itu banyak masuk ke wilayah Pakantan dan wilayah Mandailing lain untuk menyebarluaskan agama Islam.
Misi Zending Belanda pernah menugaskan Hendrick Dirks untuk berkiprah di Pakantan. Atas persetujuan kepala kuria Pakantan Lombang, Raja Mangatas, ia mendapat pinjaman tanah tahun 1871. Akhirnya Dirks membuat rumah. Kemudian kampung itu dikenal dengan nama Huta Bargot.
Kopi adalah jenis komoditi utama di Pakantan. Menurut tulisan Prof.A.P.Parlindungan gelar Sutan Makhudum (Waspada, 17 April 1997), Kopi Arabika di Pakantan, disebut juga Kopi Mandili, kadang ditambahkan 'Pakant', artinya dari Pakantan. Adanya ungkapan khas untuk mengajak makan "Mangopi Hita Jolo ", menandakan pengaruh kopi sangat mendalam terhadap sanubari orang di Pakantan.
Kopi Pakantan terkenal di Benua Eropa. Rasanya sangat enak dan harum baunya. Orang Belanda yang penciuman bisnisnya tajam, pernah membangun gudang besar ( Pakhuis ) di Pakantan. Seterusnya kopi Pakantan diangkut dengan Pedati ke Padang. Dari pelabuhan Teluk Bayur dikapalkan menuju Belanda. Selain kopi Pakantan, padi juga merupakan tanaman unggulan di Pakantan. Orang menyebutnya dengan nama ' Eme si Pahantan'. Selain dikenal wangi padi tersebut sangat enak rasanya bila dimakan.
Di Pakantan banyak terdapat bangunan bersejarah yang unik. Adanya Bagas Godang dan Sopo Godang yang berusia ratusan tahun membuktikan orang Pakantan itu mempunyai kehidupan budaya yang berarti. Bagas na Godang di Huta Dolok berfungsi sebagai tempat pelaksanaan upacara relijius dan musyawarah adat. Bila diperlukan 'Gordang Sambilan' ditabuh untuk menambah sakralnya upacara tersebut. Di daerah Pakantan Lombang terdapat sebuah Bagas Godang yang unik. Garis yang tertera pada dinding (menurut tipologi unsur seni rupa), mencitrakan kultus keindahan yang penuh romantika.
Penulis bisa meyakini goresan seperti itu merupakan sebuah pengejawantahan panca indera yang bernuansa halus. Mungkin saja yang membuat bangunan Bagas Godang tersebut orang-orang yang memiliki sensibilitas yang tinggi terhadap seni lukis dan ukir. Selain itu terdapat Bale dari Namora Nasution, Bale Ompu Boru Lubis Silogun dan Bale Ompu Boru Lubis Hadungdung yang berada di Hutatoras. Bale Ompu Sutan Borayun terdapat di Pakantan Lombang. Bale Sutan Mogol, leluhurnya marga Lubis. Bagas Gambar yang didirikan tahun 1821 oleh Soetan Singasoro. Jasalamat di Silogun . Kemudian Bagas Godang dan Sopo Godang Lintang di daerah Pakantan Dolok. Pendirinya adalah Ida Lidya Lintang.
Hari Pekan biasanya jatuh pada hari Selasa. Orang Pakantan menyebutnya dengan istilah 'marpoken'. Selama hari pekan itu penduduk berbelanja lauk pauk untuk persediaan selama satu minggu. Zaman sebelum Indonesia merdeka, hari pekan di Pakantan selalu dipenuhi oleh hilir mudiknya berbagai bangsa yang datang. Rombongan sirkus, Opera Bangsawan Deli, Sulap dari India dan Tiongkok, permainan bola tarik Jepang sampai pertunjukan bioskop bisu, merupakan ragam hiburan yang terdapat di Pakantan.
Oleh : Koko Hendri Lubis (wns)
http://www.waspada.co.id/seni_&_budaya/budaya/artikel.php?article_id=81997
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment